Senin, 16 November 2015

KOPPAS INDUK KRAMAT JATI (Ekonomi Koperasi)

Cerita Singkat Perjalanan Mencari Koperasi

Assalammualaikum wr.wb
Nama saya Shinta Dewi, akan menceritakan tentang perjalanan saya bersama keempat teman saya untuk mencari koperasi.
Pencarian pertama dimulai pada tanggal 27 Oktober 2015 ke koperasi yang berada di fakultas Geografi Universitas Indonesia. Setelah sampai disana, saya bersama keempat teman saya mencoba untuk bertanya tentang informasi yang berada di koperasi tersebut namun kami tidak mendapatkan informasi apapun dikarenakan kami ditolak oleh atasannya.
Kemudian pencarian kedua dilakukan pada tanggal 03 November 2015. Kami pergi ke daerah cibinong. Setelah sampai koperasi yang dituju, namun hari sudah sore dan koperasi pun tutup. Pencarian kedua pun tidak membuahkan hasil.
Kami tidak menyerah untuk mendapatkan informasi tentang koperasi dan pencarian pun kembali dilakukan pada tanggal 04 November 2015 setelah pulang kuliah sekitar pukul 12.00 WIB. Pada hari itu kami memutuskan untuk tetap mencari koperasi di daerah Universitas Indonesia dan kami mendatangi Fakultas MIPA Universitas Indonesia. Setelah sampai disana kami mulai menjelaskan tentang tujuan kami ke koperasi tersebut. Namun yang berada di koperasi tersebut adalah karyawannya sehingga karyawan tersebut tidak bisa memberikan informasi kepada kami. Lalu karyawan tersebut meminta salah satu nomor telepon dari kami untuk memberitahukan kepastian apakah kami bisa mendapatkan informasi. Karyawan tersebut harus meminta izin kepada atasannya. Keesokan harinya karyawan tersebut menelpon salah satu teman saya dan beliau berkata bahwa beliau tidak bisa memberikan informasi tentang koperasi tersebut. Kami pun mulai gelisah karna belum mendapatkan informasi tentang apapun.
Pencarian pun kami lanjutkan kembali pada tanggal 09 November 2015 dan tetap memutuskan untuk mencari koperasi di Universitas Indonesia. Pada hari itu kami memilih koperasi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kemudian kami mulai bertanya kepada mahasiswa yang berada disana dimana letak koperasi di Fakultas Ekonomi. Sesampainya di koperasi tersebut, kami mulai bertanya apakah kami bisa me ndapatkan informasi koperasi namun meraka meminta surat izin dari kampus, dan dikarenakan kami tidak memiliki surat izin, jadi kami pulang dengan tangan hampa. Kami sempat berfikir untuk mencari koperasi lainnya tetapi hujan melanda kota Depok sehingga kami tidak bisa melanjutkan pencarian koperasi.
Kami melanjutkan pencarian informasi koperasi pada tanggal 12 November 2015. Kami melakukan pencarian koperasi di 3 lokasi. Pencarian pertama, kami mendatangi koperasi duta usaha di daerah Pasar Minggu namun kami di sambut dengan ketus oleh karyawan tersebut belum selesai kami berbicara mereka langsung menolak kami. Pencarian pun kami lanjutkan, kami mencoba untuk kembali lagi ke Universitas Indonesia dan mendatangi Vokasi Universitas Indonesia. Sesampainya disana kami kebingungan mencari dimana letak koperasi tersebut dan kami bertanya letak koperasi tersebut kepada satpam. Setelah menemukan letak koperasi, hanya ada 2 karyawan saja dan mereka juga merupakan karyawan baru dan mereka menyarankan kita untuk mendatangi Rektorat. Karena waktu sudah sore kami memutuskan untuk tidak mendatangi Rektorat. Teman saya mengusulkan untuk mendatangi koperasi primer VI di Brigif. Karena sudah malam, kantor koperasi sudah tutup.
Keesokan harinya, tepat pada tanggal 13 November kami  memutuskan untuk mendatangi kembali koperasi Primer. Sesampainya disana kami disambut dengan ramah oleh karyawan dari koperasi tersebut. Saya mulai menjelaskan  tentang tujuan saya datang ke koperasi tersebut kemudian beliau menanyakan surat izin dari kampus. Beliau juga memberitahukan kepada kami bahwa beliau tidak bisa memberikan informasi jika tidak ada surat dari kampus. Lalu saya bertanya “jika saya sudah mempunyai surat izin, berapa lama saya bisa mendapatkan data koperasi ini?” dan karyawan tersebut berkata “tidak bisa di tentukan, bisa seminggu bahkan lebih dari itu” karena waktu pengumpulan tinggal 4 hari lagi jadi kami memutuskan untuk mencari koperasi lain dan kebetulan beliau memberikan saran kepada kami untuk medatangi koperasi pasar karena menurut beliau koperasi pasar bisa lebih mudah untuk mendapatkan informasi yang kami inginkan. Akhirnya kami berlima pergi menuju Pasar Induk Kramat Jati. Sesampainya disana kami kebingungan mencari letak koperasi yang ada di Pasar Induk. Setelah bertanya tanya kepada orang-orang disana dan akhirnya kami bisa menemukan letak koperasi yang berada di lantai 3. Sesampainya disana, kami disambut dengan sangat ramah dan kami mulai menjelaskan tentang tujuan kami mendatangi koperasi tersebut. Kemudian beliau menyarankan untuk mendatangi koperasi pusatnya yang berada tidak jauh dari koperasi tersebut. Sesampainya di koperasi pusat, kami diharuskan menunggu untuk beberapa menit. Dan pada akhirnya kami diberikan selembar brosur yang berisi data koperasi, yaitu data tentang sejarah, jumlah anggota, dll. Nama koperasi tersebut adalah Koperasi Pasar Induk Kramat Jati
Sekian cerita perjalanan saya bersama keempat teman saya untuk mencari data koperasi. 



Data Koperasi Pasar Induk Kramat Jati

                                     PROFIL
                    KOPPAS INDUK KRAMAT JATI
         BADAN HUKUM No. 1386/BH/I Tgl. 27-11-1980

Alamat: Ex. MC QTA-28 Ps. Induk Kramat Jati
Telp. 8402991 Fax (021) 8403454
Jakarta 13540                                              

Sejarah Singkat
Jauh sebelum berdirinya KOPERASI di Pasar Induk Kramat Jati, pasar Pedagang merasa ada suatu kebutuhan untuk bersatu dalam suatu ikatan. Maka sekitar tahun 1979 berdirilah Asosiasi Persatuan Pengusaha Pedagang Bahan Makanan Jakarta Raya (P3 BAMA JAYA) yang dipimpin oleh Bapak H. Asep Subkhi yang beranggotakan lebih kurang 120 orang. Pada tahun itu pula Gubernur DKI Jaya pada waktu itu Bapak Tjoko Pranolo menganjurkan agar di Pasar Induk didirikan Koperasi supaya Pemerintah dapat membina dan membantu. Pada saat itu di Pasar Induk Kramat Jati sudah ada Koperasa Pasar Induk Budhi Daya yang dipimpin oleh Bapak BR. Suryo Broto (Eyang Sepuh Suryo) namun Koperasi ini belum sempat diresmikan. Kemudian bergabung dengan P3 BAMA JAYA membentuk koperasi.
Makan pada tanggal 19 Maret 1980 resmilah berdiri KOPERASI PEDAGANG PASAR INDUK KRAMAT JATI yang disingkat  kppik yang kemudian dipopulerkan dengan nama KOPPAS INDUK KRAMAT JATI pada tanggal 27 November 1980 terbitlah Badan Hukum dengan No. 1386/BH/I: Koperasi ini dipimpin oleh Bapak M. Adang Affandy. Kegiatan pertama memasarkan Sayur Kerjasama dengan QTA-28 dan Simpan Pinjam.

PROFIL KOPPAS INDUK KRAMAT JATI
Didirikan pada tanggal           : 19 Maret 1980
Badan Hukum                        : No. 1386/BH/I Tgl. 27 November 1980
Lokasi                                     : Pasar Induk Kramat Jati Kel. Tengah Kramat Jati Jakarta Timur

WILAYAH KERJA KOPPAS INDUK KRAMAT JATI
Komplek Pasar Induk Kramat Jati dan Sekitarnya Luas Pasar= 15 Ha
POTENSI WILAYAH KERJA
Terdapat 2000 Pedagang Grosir Pemasaran Sayur Mayur dan buah-buahan serta Bumbu-bumbuan yang bertingkat Lokal – Regional – Nasional & Semi Internasional

PERKEMBANGAN KOPPAS INDUK KRAMAT JATI
I. BIDANG ORGANISASI
            1. keanggotaan
                1994 : 509 orang
                1995 : 510 orang
                1996 : 679 orang
                1997 : 1497 orang
                2015 : 1.549 orang
            2. Susunan Pengurus
               Ketua I          : Drs. Setyo Margono
               Ketua II         : A. Wafiq Halimi
               Sekretaris      : Drs. Aris F
               Bendahara     : H. Suhardi, SE
            3. Badan Pemeriksa
               Ketua            : H. Djailani Raden
               Sekretaris      : H. Taufik Nasrudin
               Anggota        : MA. Affandy
            4. Karyawan
                20 Orang

II. FASILITAS YANG DIMILIKI
     Fasilitas                              Kapasitas
     1 Pendingin                        100 Ton
     2 Gudang                            300 Ton

III. BIDANG USAHA
      1 Unit Sayur & Buah dari Hasil Bumi Lainnya
      2 Unit Simpan Pinjam
      3 Unit Tabungan
      4 Unit Komoditas Bulog dan Beras
      5 Unit Penyaluran Pupuk

 BIDANG KEUANGAN

1. PERMODALAN (Rp)
Tahun
Modal Sendiri
Modal Luar
1994
1995
1996
1997
46.787.512,15
47.187.512,15
63.336.712,15
160.221.669
863.234.172,56
797.250.879,34
2.139.880.168,03
2.473.285.447

2. VOLUME USAHA
             1994                                                               =             626.061.059,40
             1995                                                               =             604.843.038,20
             1996                                                               =          1.879.269.777,10
             1997                                                               =                  7.475.325,12

3. SIMPANAN ANGGOTA
Tahun
Simpanan Pokok
Simpanan Wajib
1994
1995
1996
1997
 5.052.500
 5.062.500
 9.135.000
24.856.700
29.338.000
29.778.000
41.854.000
82.348.000
  
4. HARGA TETAP
Tahun
Modal Sendiri
Modal Luar
1994
1995
1996
1997
156.949.934
132.940.703
181.013.725
389.660.841
24.559.943,50
19.182.135,50
20.182.135,50
4.818.122.568






Referensi : Browsur KOPPAS Induk Kramat Jati
 
Nama Anggota: 
1. Ressa Alsedio Putri Prata (29214088)
2. Ricky Subagya                (29214266) 
3. Rohim                            (29214777) 
4. Shinta Dewi                    (2A214241) 
5. Siti Rohimah                   (2A214385)


 Kelas : 2EB06

Selasa, 06 Oktober 2015

Evaluasi Keberhasilan Koperasi Dilihat dari Sisi Anggota

A. Efek-Efek Ekonomis Koperasi 

  Salah satu hubungan penting yang harus dilakukan koperasi adalah dengan para anggotanya yang kedudukannya sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Motivasi ekonomi anggota sebagai pemilik akan mempersoalkan dana (simpanan-simpanan) yang telah diserahkannya, apakah menguntungkan atau tidak. Sedangkan anggota sebagai pengguna akan mempersoalan kontinuitas pengadaan kebutuhan barang dan jasa, menguntungkan atau tidaknya pelayanan koperasi dibandingkan penjual atau pembeli di luar koperasi. 

Pada dasarnya anggota akan berpartisipasi dalam kegiatan pelayanan perusahaan koperasi:
-   Jika kegiatan tersebut sesuai dengan kebutuhan.
- Jika pelayanan tersebut ditawarkan dengan harga, mutu atau syarat-syarat yang lebih menguntungkan dibanding yang diperolehnya dari pihak-pihak lain di luar koperasi.

B. Efek Harga dan Efek Biaya 

  Partisipasi anggota menentukan keberhasilan koperasi. Sedangkan tingkat partisipasi anggota dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu besarnya nilai manfaat pelayanan koperasi secara utilitarian maupun normatif. Motivasi utilitarian sejalan dengan kemanfaatan ekonomis. Kemanfaatan ekonomis yang dimaksud adalah insentif berupa pelayanan barang-jasa oleh perusahaan koperasi yang efisien, atau adanya pengurangan biaya dan atau diperolehnya harga yang menguntungkan serta penerimaan bagian dari keuntungan (SHU) baik secara tunai maupun dalam bentuk barang. Bila dilihat dari peranan anggota dalam koperasi dibedakan antara harga untuk anggota dengan harga untuk non anggota.

C. Analisis Hubungan Efek Ekonomis dan Keberhasilan Koperasi

  Dalam badan usaha koperasi, laba (profit) dan aspek pelayanan adalah dua hal yang dikejar oleh manajemen. Keberhasilan koperasi ditentukan oleh salah satu faktornya adalah patisipasi anggota, dan partisipasi anggota sangat berhubungan erat dengan efek ekonomis koperasi yaitu manfaat yang didapat oleh anggota tersebut. Semakin tinggi partisipasi anggota, maka idealnya semakin tinggi manfaat yang diterima oleh anggota.

D. Penyajian dan Analisis Neraca Pelayanan 

  Di sebabkan oleh perubahan kebutuhan dari para anggota dan perubahan lingkungan koperasi, terutama tantangantantangan kompetitif, pelayanan koperasi terhadap anggota harus secara kontinu di sesuaikan.

Ada dua faktor utama yang mengharuskan koperasi meningkatkan pelayanan kepada anggotanya: 
1.  Adanya tekanan persaingan dari organisasi lain (terutama organisasi non koperasi). 
2. Perubahan kebutuhan manusia sebagai akibat perubahan waktu dan peradaban. Perubahan kebutuhan ini akan menentukan pola kebutuhan anggota dalam mengkonsumsi produk-produk yang di tawarkan oleh koperasi. Bila koperasi mampu memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhananggota yang lebih besar dari pada pesaingnya, maka tingkat partisipasi anggota terhadap koperasinya akan meningkat. Untuk meningkatkan pelayanan, koperasi memerlukan informasi-informasi yang datang terutama dari anggota koperasi.

 Referensi:

https://www.academia.edu/7716723/EVALUASI_KEBERHASILAN_KOPERASI_DILIHAT_DARI_SISI_ANGGOTA  

http://www.slideshare.net/mobile/StanySyafitry/ekonomi-koperasi-h 

 Nama Anggota: 
1. Ricky Subagya     (29214266) 
2. Rohim                   (29214777) 
3. Shinta Dewi          (2A214241) 

 Kelas : 2EB06

Rabu, 03 Juni 2015

ARTIKEL MENILAI KEJUJURAN

Menilai Kejujuran

Menumbuhkan nilai-nilai kejujuran dalam pendidikan merupakan tantangan utama pendidikan. Inflasi nilai, mencontek selama ujian nasional (UN), bocornya soal plus jawabannya, dan berbagai bentuk kecurangan lain, menjadi tanda kegagalan lembaga pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai kejujuran. Indeks integritas sekolah (IIS) bisa menjadi solusi? Jawabannya adalah tidak! Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memperkenalkan istilah baru kepada publik terkait kebijakan UN, yaitu IIS. Indeks ini menjadi petunjuk sejauh mana sebuah sekolah memiliki tingkat kejujuran dalam melaksanakan UN. Indeks integritas ini bisa menjadi pertimbangan bagi perguruan tinggi dalam menyeleksi calon mahasiswa baru.

Di kalangan para ahli psikometrik, konsep indeks integritas ini bukanlah hal baru. Kita bisa menyebut berbagai macam teori tentang indeks integritas ini, mulai dari teori klasik yang diawali Bird (1927, 1929), Crawford (1930), Dickenson (1945), dan Anikeef (1954). Teori tentang indeks integritas kemudian dikembangkan banyak ahli psikometrik, Saupe (1960), Dunn, (1961), Angoff (1974), Holland (1996), Wollack (1997, 2006), dan Sotaridona dan Meijer (2002, 2003). Teori tentang indeks integritas ini masih diperdebatkan. Masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan tergantung dari cara menghitung indeks dan variabel yang diperbandingkan. Teori awal yang dikembangkan Bird (1930), misalnya, kiranya sudah tidak cocok lagi dipakai karena hanya mendasarkan diri pada perbandingan distribusi jawaban salah antara peserta yang mencontek (copier) dan yang dicontek (source) untuk menentukan indeks integritas. Teori yang dikembangan Crawford, Dickenson, dan Anikeef masih berada di jalur yang sama, yaitu menggunakan variabel jawaban salah. Teori ini kemudian dikembangkan dengan memasukkan variabel lain, seperti distribusi jawaban benar, baik melalui analisis persamaan jawaban benar atau salah secara secara berurutan (string) (Hanson et al dan Angoff, 1974) dan acak (random). Integritas tes Berbagai macam teori indeks integritas, terutama yang klasik, tidak dapat diterapkan dalam konteks UN di Indonesia, karena UN di Indonesia bukan hanya ada satu varian soal, melainkan ada 20 varian soal. Teori sumber-pelaku sudah lama ditinggalkan karena tidak memiliki kekuatan memprediksi tingkat kejujuran.

Indeks integritas yang menggunakan multivariabel sering diacu untuk mengatasi kelemahan indeks integrasi sebelumnya (Angoff, 1974; Frary dan Tideman, 1997). Angoff (1974), misalnya, menggunakan indeks multivariabel untuk menentukan level integritas. Namun, penggunaan multivariabel ini pun masih banyak diperdebatkan para ahli psikometrik terkait sisi praktikalitas dan efektivitasnya. Bagi publik, terutama kalangan akademisi, tentu saja dasar pilihan teori yang dipakai Kemdikbud untuk menentukan indeks integritas sekolah perlu dipublikasi, atau paling tidak disosialisasikan, sehingga kalangan akademisi bisa meneliti dan menilai apakah analisis dan alat ukur yang dipakai oleh Kemdikbud dapat dipertanggungjawabkan. Indeks integritas tes (IIT) kiranya lebih tepat dipakai sebagai ungkapan ketimbang IIS, karena seluruh diskursus tentang teori indeks integritas hanya mengukur indeks kejujuran sebuah tes (UN) dan tidak dapat dipakai untuk menyimpulkan perilaku jujur sebuah sekolah secara umum. Fungsi indeks integritas selalu terbatas. Karena itu, adalah keliru menggeneralisasi hasil indeks integritas tes untuk menilai kualitas kejujuran sebuah sekolah. Rahasia? Sistem pelaporan skor IIS dalam UN 2015 pun dipertanyakan. Nilai IIS tidak akan dipublikasi kepada masyarakat, tetapi hanya menjadi informasi yang diberikan pada sekolah dan perguruan tinggi. Pembatasan pemberian informasi publik ini membuat kita bertanya, apakah IIS merupakan rahasia negara, seperti soal UN yang bukan konsumsi publik? IIS dipakai untuk memberi tahu sekolah tentang skor nilai kejujuran sehingga sekolah dapat mengevaluasi diri dalam menanamkan nilai kejujuran ini. Kiranya informasi yang sama juga dibutuhkan orangtua dan masyarakat di mana mereka menyekolahkan anak-anaknya.

Bila secara teoretis IIS sesungguhnya tidak mengukur kualitas kejujuran sekolah, atau kejujuran seluruh anggota sekolah, melainkan hanya menilai sejauh mana dalam UN siswa satu dan yang lainnya saling mencontek melalui perbandingan data statistik jawaban benar dan salah dengan menggunakan kerangka teori tertentu, di mana kerangka teori ini pun masih diperdebatkan di kalangan para ahli psikometrik, kiranya terlalu berlebihan menganggap hasil evaluasi IIS sebagai rahasia negara. Publik memiliki hak memperoleh informasi tentang kerangka teoretis, tujuan dan hasil dari sebuah proses evaluasi pendidikan yang diadakan oleh negara yang memengaruhi para pemangku kepentingan pendidikan, terutama orangtua. Menilai kejujuran sekolah tidak dapat dilakukan melalui analisis statistik jawaban benar dan salah dalam sebuah ujian di mana kerangka teori yang menjadi landasannya masih banyak diperdebatkan di kalangan ahli psikometrik sendiri. Kejujuran merupakan sikap hidup yangperlu dilatih dan dibiasakan, didukung dengan lingkungan budaya, struktur, dan peraturan yang mendukung bertumbuhnya nilai penghargaan terhadap kebenaran. Sikap ini tidak dapat dinilai melalui indeks integritas sekolah yang sifatnya terbatas. Kejujuran sebuah sekolah hanya bisa dinilai dari sejauh mana anggota-anggota sekolah itu melaksanakan nilai-nilai kejujuran semenjak mereka datang memasuki pintu gerbang sekolah sampai pulang, melalui contoh, teladan, pemberian ruang bagi praksis kejujuran yang didukung oleh aturan-aturan sekolah yang konsisten diterapkan, seperti menghilangkan budaya dan aturan katrol nilai, membuat peraturan dan sanksi tegas tentang perilaku mencontek, menghapuskan peraturan tentang kriteria ketuntasan minimal yang sering menjadi sumber ketidakjujuran guru dalam menilai siswa, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan sekolah. Hal-hal ini kiranya lebih mendesak diperjuangkan dan diterapkan dalam lembaga pendidikan kita ketimbang memperkenalkan istilah baru kerangka teorinya masih diperdebatkan; tujuan, konsep dan metodenya dipertanyakan; dan sistem pelaporannya tertutup dan menafikan kontrol publik. IIS bukan hal fundamental yang dibutuhkan bangsa ini.

Sumber:

http://widiyanto.com/menilai-kejujuran/#more-623

Kamis, 30 April 2015

14.3 Utang Luar Negeri

Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
Pinjaman terbesar diperoleh dalam bentuk bantu-an proyek bersyarat lunak, di samping bentuk-bentuk pinjaman lain-nya dan bantuan program. Sementara itu, karena banyak pinjaman yang sudah jatuh waktu, pelunasan pfnjaman Pemerintah naik dari US$ 3,8 miliar pada tahun 1988/89 menjadi US$ 4,8 miliar pada tahun 1992/93.
Di sektor swasta, pemasukan modal (neto) sejak tahun 1988/89 menunjukkan peningkatan cukup cepat sampai dengan tahun 1990/91, kemudian melambat berkat adanya kebijaksanaan pengen-dalian moneter untuk mendinginkan suhu perekonomian. Di antara transaksi modal tersebut penanaman modal asing meningkat pesat dari US$ 878 juta dalam tahun 1988/89 menjadi hampir US$ 2,5 miliar dalam tahun 1992/93. Dalam tiga tahun terakhir modal lain-nya (neto) mengalami penurunan cukup besar yaitu dari US$ 3,6 miliar pada tahun 1990/91 menjadi sebesar US$ 1,3 miliar pada tahun 1992/93.
Semua perkembangan tersebut di atas telah menyebabkan cadangan devisa meningkat dari US$ 6.011 juta pada tahun 1988/89 menjadi sebesar US$ 11.981 juta pada akhir tahun 1992/93. Jumlah cadangan devisa ini cukup untuk membiayai impor (c & f) non migas selama 5,5 bulan.


http://usernamesintia.blogspot.com/2015/04/utang-luar-negeri.html

14.2 Arus Modal Asing

Besarnya arus modal masuk ke Indonesia, sebagai akibat pertumbuhan perekonomian yang tetap terjaga dalam beberapa tahun terakhir, harus dapat dimanfaatkan untuk mendanai proyek-proyek jangka panjang. Mengelola arus modal masuk (capital inflow) ke dalam kawasan merupakan sebuah tantangan yang sulit, yang dihadapi negara-negara emerging market seperti Indonesia karena dapat membawa berbagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan.

Seperti yang telah diketahui, untuk menjaga stabilitas moneter akibat derasnya arus modal masuk ke Indonesia dan besarnya likuiditas saat ini, BI menerapkan beberapa kebijakan yang diapresiasi Bank Dunia dan IMF sebagai langkah yang tepat.

Arus modal asing bisa mendatangkan manfaat yang lebih besar ketimbang risikonya jika dikelola dengan benar. Diperkirakan hingga akhir tahun ini arus modal asing yang masuk ke Indonesia mencapai sekitar US$25 miliar.

Manfaat tersebut antara lain, penurunan biaya bunga APBN, sumber investasi swasta, pembiayaan Foreign Direct Investment (FDI) dan kedalaman pasar modal. Sementara risikonya adalah terjadinya pembalikan, tekanan penguatan rupiah dan gelembung ekonomi.

Pemerintah perlu lebih aktif lagi untuk mendorong perusahaan swasta untuk masuk bursa lewat penawaran saham perdana (IPO) atau right issue. kemudian, memperbanyak penerbitan obligasi negara dengan berbagai macam seri dan jangka waktu





14.1 Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintahasing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan (yang terdiri dari neraca perdagangan, neraca jasa dan transfer payment) dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.

Pengertian Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran yaitu catatan yang sistematis tentang transaksi ekonomi internasional antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lainnya dalam jangka waktu tertentu.
Tujuan utama neraca pembayaran yaitu untuk memberikan informasi kepada pemerintah tentang posisi keuangannya, khususnya yang terkait dengan hasil praktek hubungan ekonomi dengan negara lain. Neraca pembayaran juga dapat membantu dalam pengambilan keputusan bidang moneter, fiskal, perdagangan dan pembayaran internasional

Tujuan Neraca Pembayaran
Penyusunan neraca pembayaran mempunyai beberapa tujuan, diantaranya sebagai berikut:
a. Sebagai bahan keterangan kepada pemerintah mengenai posisi internasional negara yang bersangkutan.
b. Sebagai bahan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan dibidang pilitik perdagangan dari urusan pembayarannya.
c. Sebagai bahan untuk membantu pemerintah dalam mengambil keputusan di bidang politik moneter dan fiskal.

Sementara fungsi neraca pembayaran adalah sebagai berikut:
a. Sebagai suatu alat pembukuan dan alat pembayaran luar negeri agar pemerintah dapat mengambil keputusan, apakah negara dapat melanjutkan masuknya barang-barang luar negeri dan dapat menyelesaikan pembayaran tepat pada waktunya.
b. Sebagai suatu alat untuk menjelaskan pengaruh dan trnsaksi luar negeri terhadap pendapatan nasional.
c. Sebagai suatu alat untuk mengukur keadaan perekonomian dalam hubungan internasional dari suatu negara.
d. Sebagai suatu alat kebijakan moneter yang akan dilaksanakan oleh suatu negara.
Komponen Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran dibagi kedalam empat komponen sebagai berikut:
a. Neraca perdagangan/Neraca Barang.
Neraca perdagangan yaitu selisih nilai ekspor dan impor barang. Neraca perdagangan termasuk kategori neraca berjalan atau Current Acount. Neraca perdagangan Indonesia umumnya mengalami surplus, artinya nilai ekspor melebihi nilai impor.
b. Neraca Jasa-jasa.
Neraca jasa-jasa yaitu selisih antara ekspor jasa dan impor jasa. Neraca jasa termasuk kategori neraca berjalan atau Current Acount Neraca jasa Indonesia selalu mengalami defisit dan defisitnya lebih besar dari surplus pada neraca perdagangan.
c. Neraca Modal
Neraca modal atau Capital Account merupakan selisih antara aliran modal masuk dan modal keluar. Selama masa krisis ekonomi terlihat neraca modal Indonesia negatif karena banyaknya arus modal jangka pendek ke luar negeri.
d. Neraca Emas
Neraca Emas atau Gold Account adalah transaksi emas ebagai alat bayar atas uang, sedangkan transaksi non monetary gold termasuk ke dalam kategori current account karena diperlukan sebagai barang komoditas biasa.

● Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi:
a. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
b. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.


Sumber:

13.3 Tingkat Daya Asing

Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional. Berdasarkan badan pemeringkat daya saing dunia, IMDWorld Competitiveness Yearbook 2006, posisi daya saing Indonesia dalam beberapa tahun semakin menurun. IMDWorld Competitiveness Yearbook (WCY) adalah sebuah laporan mengenai daya saing negara yang dipublikasikan sejak tahun 1989. Pada tahun 2000, posisi daya saing Indonesia menduduki peringkat 43 dari 49 negara. Tahun 2001 posisi daya saing Indonesia semakin menurun, yaitu menduduki peringkat 46. Selanjutnya, tahun 2002 posisi daya saingnya masih menduduki posisi bawah, yaitu peringkat 47. Lalu, tahun 2003, posisi daya saingnya malah makin terpuruk, yaitu menduduki peringkat 57. Tahun 2004 menduduki peringkat 58. Tahun 2005 Indonesia menduduki posisi 58. Tahun 2006 Indonesia telah menduduki posisi 60.
                   
Faktor dalam menentukan daya saing menurut IMD World Competitiveness Yearbook terbagi menjadi 4 kategori yaitu, kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, infrastruktur. Setiap kategori memiliki beberapa kriteria. IMD World Competitiveness Yearbook (WCY) memeringkat dan menganalisis kemampuan suatu negara dalam menciptakan dan menjaga lingkungan di mana perusahaan dapat bersaing. Persaingan akan membawa suatu negara lebih kompetitif dibandingkan dengan negara lain.


Sumber: IMD World Competitiveness Yearbook (WCY)


13.2 Perkembangan Ekspor di Indonesia

Pengertian Ekspor
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan.

                Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik,menjadi sesuatu yang sangat lazim.Persaingan sangat tajam antarberbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai USD118,43 miliar atau meningkat 26,92 persen dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor nonmigas mencapai USD92,26 miliar atau meningkat 21,63 persen. Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65 persen, 21,04 persen, dan 21,57 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
                    
Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan kontribusi 58,8 persen terhadap total ekspor nonmigas. Kesepuluh golongan tersebut adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu dan barang dari kayu, serta timah.

Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80 persen terhadap total ekspor nonmigas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71 persen terhadap periode yang sama tahun 2007. Sementara itu, peranan ekspor nonmigas di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20 persen.         
Peranan dan perkembangan ekspor nonmigas Indonesia menurut sektor untuk periode Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya masing-masing meningkat 34,65 persen, 21,04 persen, dan 21,57 persen.

Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 64,13 persen, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,31 persen, dan kontribusi ekspor produk pertambangan adalah sebesar 10,46 persen, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 22,10 persen.

Kendati secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia semakin menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat mengalami penurunan 2,15 persen atau menjadi USD12,23 miliar bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun, secara year on year mengalami kenaikan sebesar 28,53 persen.



13.1 Teori Perdagangan Internasional

• Model Adam Smith
Model Adam Smith ini memfokuskan pada keuntungan mutlak yang menyatakan bahwa suatu negara akan memperoleh keuntungan mutlak dikarenakan negara tersebut mampu memproduksi barang dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan negara lain. Menurut teori ini jika harga barang dengan jenis sama tidak memiliki perbedaan di berbagai negara maka tidak ada alasan untuk melakukan perdagangan internasional.

• Model Ricardian
Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep paling penting dalam teori pedagangan internasional. Dalam Sebuah model Ricardian, negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi dimana negara-negara akan menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukan faktor pendukung, seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.

• Model Heckscher-Ohlin
Model Heckscgher-Ohlin dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif. Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoritis model tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga neoklasikal kedalam teori perdagangan internasional. Teori ini berpendapat bahwa pola dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung. Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan model H-o, dikenal sebagai Pradoks Leotief, yang dibuka dalam uji empiris oleh Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal dan sebagainya.
                   
• Faktor Spesifik
Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengendalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.

• Model Gravitasi
Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisis yang lebih empiris dari pola perdagangan dibanding model yang lebih teoritis diatas. Model gravitasi, pada bentuk dasarnya, menerka perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya. Model ini meniru hukum gravitasi Newton yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara dua benda. Model ini telah terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisis ekonometri. Faktor lain seperti tingkat pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam versi lebih besar dari model ini.


Sumber:  http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/05/makalah-ekspor-impor-indonesia.html?m=1

12.5 Prospek UKM Dalam Era Perdagangan Bebas dan Globalisasi Dunia

Bagi setiap unit usaha dari semua skala dan di semua sektor ekonomi, era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan menciptakan banyak kesempatan. Namun di sisi lain juga menciptakan banyak tantangan yang apabila tidak dapat di hadapi dengan baik akan menjelma menjadi ancaman. Bentuk kesempatan dan tantangan yang akan muncul tentu akan berbeda menurut jenis kegiatan ekonomi yang berbeda.

1. Sifat Alami dari Keberadaan UKM
Data mengenai jumlah UKM yang disajikan di atas menunjukkan bahwa jumlah UKM bertambah terus setiap tahun, terkecuali tahun 1998, pada saat banyak perusahaan dari semua skala usaha menghentikan kegiatan produksi mereka karena krisis ekonomi. Berdasarkan data tersebut, dapat diperkirakan bahwa jumlah UKM sekarang dan tahun-tahun berikutnya kan meningkat. Relatif lebih baiknya UK dibandingkan UM atau UB dalam menghadapi krisis ekonomi tahun1998 tidak lepas dari sifat alami dari keberadaan UM, apalagi UB di Indonesia. Sifat alami yang berbeda ini sangat penting untuk dipahami, agar dapat memprediksi masa depan UK atau UKM.

2. Kemampuan UKM
Dalam era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, kemajuan T, penguasaan ilmu pengetahuan, dan kualitas SDM yang tinggi (profesionalisme) merupakan tiga faktor keunggulan kompetitif yang akan menjadi dominan dalam menentukan bagus tidaknya prospek dari suatu usaha. Pentingnya tiga faktor keunggulan kompetitif tersebut dikombinasikan dengan faktor-faktor kekuatan lainnya yang sangat menentukan prospek UKM di masa depan, dapat dipahami dengan menggunakan kerangka pemikiran teoritis.



Sumber; http://cintailmupengetahuan.blogspot.com/2011/05/ukm.html

12.4 Ekspor

Selain kontribusinya terhadap pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting pendapatan, UKM di Indonesia juga sangat diharapkan karena memang mempunyai potensi besar sebagai salah satu sumber penting perkembangan (diversifikasi) dan pertumbuhan X, khusunya X manufaktur. Kemampuan UKM Indonesia untuk merealisasikan potensi-X nya ditentukan oleh suatu kombinasi dari sejumlah faktor – faktor keunggulan relatif yang dimiliki Ukm Indonesia atas pesaing-pesaingnya, baik dari dalam (UB) maupun luar negeri. Data Deperindag juga memberikan informasi mengenai perkembangan kinerja X dari IK untuk sejumlah komoditi. Dari segi nilai X, pakaian jadi, batik dan TPT lainnya serta barang-barang jadi dari kulit seperti tas merupakan X unggulan IK. Secara keseluruhan, nilai X dari IK setiap tahun sangat kecil jika di bandingkan dengan IM dan IB. Data Deperindag menunjukkan bahwa dalam tahun 2001 saham X dari IK sebagai suatu persentase dari ekspor total dari produk-produk nonmigas sekitar 6,9%, sedikit naik dibandingkan tahun 1999 yang sebesar 6,1%.


Sumber: http://cintailmupengetahuan.blogspot.com/2011/05/ukm.html

12.3 Nilai Output dan Nilai Tambah

Peran UKM di Indonesia dalam bentuk kontribusi output terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB cukup besar, walaupun tidak sebesar kontribusinya terhadap penciptaan kesempatan kerja. Kontribusi NO atau NT dari UK terhadap pembentukan PDB jauh lebih besar dibandingkan kontribusi dari UM. Akan tetapi, perbedaan ini tidak dikarenakan tingkat produktivitas di UK lebih tinggi daripada di UM, melainkan lebih di dorong oleh jumlah unit dan L yang memang jauh lebih banyak di UK dibandingkan di UM (dan UB). Dari data BPS (statistik Indonesia 2001) mengenai NO dan NT dari UK di sektor industri manufaktur menurut kelompok industri. Ada beberapa hal yang menarik. Pertama, NO atau NT bervariasi menurut subsektor, dan yang paling banyak (seperti juga yang di tunjukkan oleh data dari sumber-sumber lain) terdapat di tiga subsektor, yakni makanan, minuman, dan tembakau, tekstil dan produk-produknya (TPT), dan kulit serta produk-produknya, dan kayu beserta produk-produknya, yang lagi-lagi memberi suatu kesan bahwa IK dan IMI pada umumnya lebih unggul di ketiga subsektor itu di bandingkan di subsektor-subsektor lainnya.

Kedua, dibeberapa kelompok industri No dan NT dari IMII lebih besar dibandingkan IK. Sedangkan hasil SUSI 2000 menyajikan data mengenai nilai produksi bruto (NO), biaya antara, dan upah serta gaji dari usaha tidak berbadan hukum. Terakhir, data Deperindag menunjukkan bahwa dari NO total dari IDK sekitar 57,3 triliun rupiah. Tiga subsektor tersebut merupakan pusat konsentrasi dari kegiatan produksi UK.




Sumber:https://tiaralenggogeni.wordpress.com/2011/04/14/usaha-kecil-dan-menengah-penanaman-modal-asing/

12.2 Perkembangan Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UKM

Jumlah unit UKM bervariasi menurut sektor, dan terutama UK terkonsentrasi di pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Tahun 1997, jumlah UK di sektor tersebut tercatat 22.511.588 unit, dan tahun 1998 jumlahnya meningkat menjadi 23.097.871 unit, atau tumbuh 2,6% (dibandingkan UM yang tumbuh 1,2%). Walaupun tidak ada studi-studi empiris yang dapat mendukung, namun dapat diduga (hipotesis) bahwa kenaikan jumlah unit UK tersebut erat kaitannya dengan boom yang di alami oleh beberapa subsektor pertanian, khususnya perkebunan sebagai efek “positif” dari depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Distribusi jumlah unit usaha menurut skala usaha dan sektor menunjukkan bahwa di satu sisi, UKM memiliki keunggulan atas UB di pertanian, dan di sisi lain, dilihat dari jenis produk yang dibuat, jenis teknologi dan alat-alat produksi yang dipakai, dan metode produksi yang diterapkan, UKM di Indonesia pada umumnya masih dari kategori usaha ‘primitif’.
Perkembangan UKM di Industri pengolahan dan perdagangan berdasarkan data Deperindag menunjukkan bahwa secara umum jumlah unit industri kecil dan menengah (IKM) dan dagang kecil dan menengah (DKM) selama periode 1998-2001 mengalami peningkatan masing-masing dari 2,1 juta ke hampir 2,9 juta unit dan dari 8,3 juta ke hampir 9,7 juta unit. Di dalam kelompok IKM, jumlah unit IK tumbuh rata-rata 11,1% per tahun, yang masing-masing hanya sekitar 6% lebih; sedangkan jumlah unit DKM tumbuh rata-rata 5,13% per tahun, juga lebih tinggi di bandingkan rekannya dari skala yang lebih besar. UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam penciptaan/pertumbuhan kesempatan kerja, atau sumber pendapatan bagi masyarakat/RT miskin. Hal ini di dasarkan pada fakta empiris yang menunjukkan bahwa kelompok usaha ini mengerjakan jauh lebih banyak orang di bandingkan jumlah orang yang bekerja di UB. Dalam kelompok UKM juga terdapat perbedaan yang besar antara tingkat kepadatan L dari UK dibandingkan dari UM. Jumlah L yang di serap oleh UK tahun 2000 mencapai 63,5 juta orang dan naik menjadi hampir 65,3 juta orang tahun 2001.
Sebagai perbandingan, pada tahun 2000 UM dan UB hanya menyerap masing-masing 7 juta dan 300 ribu orang lebih, dan pada tahun 2001 hampir mencapai 8 juta dan 400 ribu orang lebih.

Informasi mengenai UK di industri pengolahan dari data BPS dalam publikasi tahunannya statistik Indonesia 2001 menunjukkan bahwa jumlah unit IMI jauh lebih banyak di bandingkan jumlah unit IK, dan ini memang merupakan salah satu karakteristik dari UK di LDCs atau negara-negara berpendapatan rendah, dibandingkan di Dcs atau negara-negara berpendapatan tinggi, di mana UK pada umumnya adalah usaha modern. Dan kelompok usaha tersebut sangat dominan di industri-industri yang memproduksi barang-barang konsumsi sederhana seperti makanan dan minuman, tekstil dan produk-produknya (TPT), dan produk-produk dari kayu.



Sumber:https://tiaralenggogeni.wordpress.com/2011/04/14/usaha-kecil-dan-menengah-penanaman-modal-asing/