Hukum
Adat di Indonesia
Hukum
adat adalah sistem hukum yang
dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara ASIA lainnya seperti Jepang, India dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah
peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan
berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena
peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat
memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula
masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum
adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat
tinggal ataupun atas dasar keturunan.
Pengertian
Hukum Adat menurut para Ahli, sebagai berikut :
1. Van
Vollenhoven menjelaskan bahwa hukum adat adalah Keseluruhan aturan tingkah laku
positif yang di satu pihak mempunyai sanksi.
2. Bushar
Muhammad menjelaskan bahwa untuk memberikan definisi hukum ada sulit sekali
dilakukan karena, hukum adat masih dalam pertumbuhan; sifat dan pembawaan hukum
adat.
3. Terhar
berpendapat bahwa hukum adat hukum adat lahir dari & dipelihara oleh
keputusan-keputusan, Keputusan berwibawa dan berkuasa dari kepala rakyat (para
warga masyarakat hukum)
4. Soerjono
Soekanto berpendapat bahwa hukum adat adalah kompleks adat-adat yang tidak
dikitabkan (tidak dikodifikasikan) bersifat paksaan (mempunyai akibat hukum.
5. Supomo
& hazairin mengambil kesimpulan bahwa hukum adat adalah hukum yang mengatur
tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain, baik yang
merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar
hidup di masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh anggota-anggota
masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan yang mengenal
sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan para
penguasa adat.
Aneka Hukum Adat
Hukum
Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh
1. Agama:
Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa dan
Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan
Maluku dipengaruhi agama Kristen.
2. Kerajaan
seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
3. Masuknya
bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
Ciri-ciri Hukum Adat adalah :
1.
Tidak tertulis dalam bentuk perundangan dan tidak dikodifikasi.
2.
Tidak tersusun secara sistematis.
3.
Tidak dihimpun dalam bentuk kitab perundangan.
4.
Tidak tertatur.
5.
Keputusannya tidak memakai konsideran (pertimbangan).
6. Pasal-pasal
aturannya tidak sistematis dan tidak mempunyai penjelasan
Pengakuan
Adat oleh Hukum Formal
Mengenai
persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil karena adat
merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas bagi bangsa,
dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus salah satu adat suku Nuaulu yang
terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian adat yang sangat
mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada saat ritual adat suku tersebut,
di mana proses adat itu membutuhkan kepala manusia
sebagai alat atau perangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut.
Dalam
penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi
di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam
Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim
harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam penjatuhan
putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat.
Dalam
kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat
adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat.
Peraturan
ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan
kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian
masalah yang menyangkut tanah ulayat.
Peraturan
ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak
ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
Penyamaan
persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
Kriteria
dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat
hukum adat (Pasal 2 dan 5).
Kewenangan
masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia
merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, di mana diakui
keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam praktiknya
(deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola
ketertiban di lingkungannya.
Ditinjau
secara preskripsi (di mana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan
keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun
dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah UU dibidang agraria
No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah.
Sejarah Hukum Adat di
Indonesia
Dalam
sejarah hukum adat di Indonesia, terdapat berbagai bukti yang memperlihatkan
kepada kita bahwa hukum adat telah ada di Indonesia sejak lama. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan keberadaan Kitab Civacasana yang telah ada sejak jaman Raja
Dharmawangsa (Kerajaan Hindu) pada tahun 1000, kemudian ada juga kitab gajah
mada yang dibuat oleh Patih Majapahit, yakni Patih Gajah Mada pada tahun 1331
sampai dengan 1364. Selain itu, ada pula kitab Adigama yang dibuat oleh Patih
Kanaka dari Kerajaan Majapahit pada tahun 1413-1430. Kitab lainnya adalah kitab
hukum Kutaramanava yang telah ada di Bali pada tahun 1350.
Keberadaan
kitab-kitab tersebut menunjukkan kepada kita bahwa sejarah hukum adat di
Indonesia telah ada sejak lama. Dalam sejarah hukum adat, kitab tersebut diatas
merupakan kitab yang mengatur kehidupan di dalam lingkungan istana.
Selain
kitab yang mengatur pola kehidupan di dalam lingkungan istana, dalam sejarah
hukum adat masih banyak lagi kitab yang mengatur pola kehidupan masyarakat pada
umumnya, antara lain: Ruhut Parsaroan dan Patik Dohot Uhumni Halak di Tapanuli.
Kemudian ada Undang-Undang Jambi yang berlaku di masyarakat Jambi. Ada juga
Undang-Undang Simbur Cahaya yang mengatur mengenai tanah di dataran tinggi
daerah palembang. Undang-Undang Nan Dua Puluh yang mengatur mengenai delik di Minangkabau.
Kemudian ada pula Amanna Gappa yang mengatur mengenai Pelayaran dan
pengangkatan laut bagi orang wajo di Sulawesi Selatan. Kemudian ada pula
Awig-awig yang ditulis diatas daun lontar di Bali.
Sumber:
(time access: 3 Maret 2016, pukul 08.26.)
(time access: October 11, 2014)
Analisa:
Hukum Adat di Indonesia mempunyai arti peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan
berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Dalam
sejarah hukum adat di Indonesia, terdapat berbagai bukti yang memperlihatkan
kepada kita bahwa hukum adat telah ada di Indonesia sejak lama. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan keberadaan Kitab Civacasana yang telah ada sejak jaman Raja
Dharmawangsa (Kerajaan Hindu) pada tahun 1000. Adat merupakan identitas bagi
bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Oleh karena itu, maka tidap bangsa
didunia ini memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri yang satu dengan yang
lainnya tidak sama. Justru oleh karena ketidak samaan itu kita dapat mengatakan
bahwa adat itu merupakan unsur yang
terpenting yang memberikan identitas kedpa bangsa yang bersangkutan. Tingkatan
peradaban, maupun cara penghidupan yang modern, ternyata tidak mampu
menghilangkan adat kebiasaan yang hidup dalam masyarakat; paling-paling yang
terlihat dalam proses kemajuan zaman itu adalah bahwa adat tersebut
menyesuaikan diri dengan keadaan dan kehendak zaman, sehingga adat itu menjadi
kekal serta tetap segar.